Refleksi kedua kuliah filsafat ilmu bersama Prof. Marsigit
Perkuliahan kedua mata
kuliah Filsafat ilmu oleh Prof. Dr. Marsigit, M.A. dilaksanakan pada hari Selasa
tanggal 26 September 2017 jam 12.40 sampai dengan jam 14.10 bertempat di Gedung
baru lantai 1 Pasca Sarjana Universitas Negeri Yogyakarta. Seperti pertemuan kemarin,
Pak Marsigit mengawali perkuliahan dengan meminta mahasiswa untuk mengatur
bangku duduk membentuk setengah lingakaran. Perkuliahan diawali dengan tes
jawab singkat dan dilanjutkan dengan melakukan tanya-jawab oleh mahasiswa
kepada Bapak Marsigit.
Kami menjalani tes jawab
singkat pertama dengan 25 soal. Dari 25 soal, tidak ada satupun soal yang dapat
saya jawab dengan benar. Saya mendapatkan nilai nol. Sebagian besar mahasiswa
mendapat nilai nol. Hal ini membuat saya sadar bahwa kemampuan berfilsafat saya
masih sangat kurang. Namun hal itu tidak menyurutkan niat saya untuk belajar
filsafat. Namun ternyata inilah yang diharapkan oleh Prof. Marsigit. Menurut beliau dengan nilai nol yang
didapatkan ini, diharapkan mahasiswa tidak lagi berlaku sombong dengan apa yang
dimilikinya, karena dengan apa yang mereka peroleh dalam tes jawab singkat ini
menunjukkan bahwa sebenarnya mereka masih dalam keadaan kosong. Untuk itu hendaklah
mahasiswa melakukan koreksi terhadap diri masing – masing agar menjadi lebih
baik kedepannya.
Bapak Marsigit
menjelaskan objek dari filsafat yaitu segala sesuatu yang ada dan yang mungkin
ada. Jika harus menyebutkan, bermilyar pangkat bermilyar maka kamu tidak akan
mampu untuk menyebutkannya. Bapak menyampaiakna lagi kepada kami untuk selalu
mengunjungi rumahnya. Rumah yang dimaksud adalah blog bapak marsigit. Kami
diharapkan untuk membaca bacaan yang ada di blog beliau. Karena semua yang ada
itu wajib dibaca. Bapak Marsigit juga
menyampaikan bahwa kita itu semua memiliki potensi, dan kami berhak untuk
mengambangkan potensi masing-masing dimana dengan mengambangkan diri maka kami
akan menjadi manusia yang lebih hidup, sehingga mampu mengolah kemampuan
berfikir kami. Beliau juga menyampaikan bahwa filsafat mempedulikan ruang dan
waktu, maka berfilsafat itu harus melihat dan memahami ruang dan waktu. Pak
marsigit juga menjelaskan tentang hakekat dari bayang bayang. Bayang bayang ini
adalah dunia kenyataanya. Transenden itu pikirannya atau idealnya. Jika
dianalogikan resep makanan, resepnya adalah transenden atau rumusnya, sedangkan
bayang-bayangnya adalah nasi goreng atau bentuk kenyataannya. Oleh karena itu
ternyata hidup kita ini semua adalah bayang-bayang dari ajaran agama, kitab
suci.
Segala sesuatu yang sudah
kita ketahui dalam pikiran itu adalah segala yang ada. Segala sesuatu yang
belum ada di pikiran kita atau yang belum kita ketahui adalah segala sesuatu
yang mungkin ada. Ternyata yang ada di dalam pikiran kita itu kecil sekali atau
sedikit sekali tetapi yang mungkin ada ternyata masih banyak sekali. Maka
sebenar-benar belajar adalah merubah yang mungkin ada itu menjadi ada, dengan selalu
membaca dan membaca. Pak Mrasigit juga mengatakan sebenar-benar hidup kalau
kita ada di perbatasan. Karena di dalam perbatasan terdapat ilmu. Maksudnya batas
itu adalah batas antara jelas dan tidak jelas. Batas antara nyaman dan tidak
nyaman. Apabila kita dalam keadaan nyaman terus berarti kita tidak akan mendapatkan
ilmu. Jadi objek yang dipelajari dalam
filsafat adalah yang ada dan yang mungkin ada. Sedangkan setiap objek memiliki
sifat yang sesuai dengan prinsip identitas dan prinsip kontradiksi. Di dalam
dunia ini tidak ada kejadian identitas, melainkan hanya dipikiran kita. Hal ini
dikarenakan setiap objek di dunia ini terikat oleh ruang dan waktu.
Komentar
Posting Komentar