Refleksi keempat kuliah filsafat ilmu bersama Prof. Marsigit : Narasi Besar Dunia
Postingan
saya kali ini merupakan refleksi dari perkuliahan filsafat ilmu oleh Prof. Dr.
Marsigit, M. A pada hari selasa 10 oktober 2017 jam 15.30 sampai dengan 17.10
di gedung baru Pasca Sarjana Universitas Negeri Yogyakrta prodi Pendidikan
Matematika. Sebelum memulai menjelaskan
materi perkuliahan, Pak Marsigit menyampaikan kepada seluruh mahasiswa agar
selalu membaca elegi-elegi yang ada di blog beliau. Karena elegi merupakan tata
krama atau sopan santun dalam berfilsafat. Setelah itu Pak Marsigit mulai menjelaskan
tentang narasi besar dunia.
Berikut
adalah hasil refleksi dari materi yang telah disampaikan oleh Pak Marsigit
yaitu Filsafat mengenai awal zaman sampai akhir zaman. Pak Marsigit menganalogikan kita ini seperti
ikan-ikan dilaut. Kehidupan zaman sekarang digambarkan seperti ikan-ikan
dilaut. Orang berfilsafat itu berati sedang mencari air yang jernih dari awal zaman
sampai akhir zaman. Aliran air yang dimaksud yaitu ilmu pengetahuan filsafat. Pada
zaman sekarang, sudah banyak ikan yang mati, stress, terapung dilaut karena zaman
sekarang banyak masalah yang sudah tidak rasional. Misalnya saja, di dalam perkembangan
teknologi sekarang, banyak berita hoax yang mudah dan banyak beredar. Bahkan
ada media telivisi yang sudah menyebar kabar hoax. Karena memang itu semua
merupakan dampak dari perkembangan zaman. Pada dasarnya filsafat zaman sekarang
sampai akhir zaman itu adalah ilmu bahasa atau analitik. Banyak istilah-
istilah filsafat yang menggambarkan perkembangan zaman. karena sebenar-benar
hidup adalah bahasa. Sebenar-benar dirimu adalah bahasamu. Sebenar-benarnya
bahasamu adalah tulisanmu. Sebenar-benar tulisanmu adalah kata katamu. Oleh
karena itu bahasa menjadi sangat penting.
Sebenar benar rumahku adalah bahasa. Sebenar-benar pikiran adalah
bahasa. Pikiran itu bersifat ontologis. Ada yang bersifat di dalam pikiran dan
diluar pikiran kita. Yang didalam pikiran (monoisme) yaitu urusan kuasa Tuhan
bersifat absolut/ideal maka dikenal sebuah aliran filsafat absolutisme atau
idealisme dengan tokohnya adalah Plato dengan namanya Platonisme. Yang di luar
pikiran (pluralisme) yaitu urusan dunia dengan tokoh bernama Aristoteles. Jika
pada urusan dunia itu bersifat materialisme, sedangkan jika urusan dengan Tuhan
berarti spiritualisme. Plato mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan
yang berusaha meraih kebenaran yang asli dan murni. Filsafat adalah
penyelidikan tentang sebab-sebab dan asas-asas yang paling akhir dari segala
sesuatu yang ada. Menurut dia, Objek filsafat yang ada dan mungkin ada itu
bersifat tetap, misal pikiran. Plato lebih menekankan pada sifat idealisme.
Sedangkan Aristoteles memahami filsafat sebagai ilmu pengetahuan yang
senantiasa berupaya mencari prinsip-prinsip dan penyebab – penyebab dari
realitas yang ada. Immanuel Kant mendamaikan Plato dan Aristoteles. Immanuel
Kant mencoba mendamaikan perdebatan yang terjadi antara empirisme dan
rasinalisme. Maka inilah sebenar-benar ilmu menurut Immanuel Kant, yaitu yang
bersifat sintetik a priori. A priori dipikirkan dan sintetik dicoba. Maka
lahirlah metode Saintifik. Maka berfilsafat adalah pikirkan pengalamanmu dan
terapkan pikiranmu. Kemudian, muncullah problema filsafat, yaitu apabila
sesuatu didalam pikiran bagaimana menjelaskan kepada orang lain dan apabila
diluar bagaimana cara memahaminya. Ternyata, manusia ada yang membuktikannya.
Ia bernama Socrates. Ia berusaha memahami semua yang ada dan mungkin ada tak
satupun yang ia ketahui. Maka Socrates mengatakan sebenar-benar diriku adalah
tidak mengetahui apapun. Filsafat itu berati harus diyakini, dijalankan, dan di
alami. Filsafat itu bagaiamana
menjelaskan yang ada di dalam pikiran kita kepada orang lain. Yang kedua
bagaimana memahami apa yang ada diluar pikiran kita. Sepanjang sejarah awal akhir zaman, Pak
Marsigit mengatakan tiada orang satupun yang berhasil menggapainya. Seperti yang
diutarakan socrates sebenar-benarnya diriku itu tidak mengetahui apapun. Maksud
dari tidak mengetahui apapun ini kita harus selalu mencari tahu dengan berpikir
dan selalu mencari ilmu pengetahuan. Pada dasarnya dunia ini berdimensi, yang
terdiri atas 4 dimensi yaitu material, formalitas, normatif dan spritual.
Struktur dimensi ini sangat cocok dengan negara Indonesia, tetapi dengan segala
macam pernak-perniknya diantara zaman tetap dan berubah sebenarnya muncul zaman
kegelapan. Berdasarkan sejarah, pada zaman kegelapan adanya gereja yang
menganut teori bahwa bumi sebagai pusat tata surya (geosentris). Kemudian munculah
revolusi Copernicus dengan teorinya bernama
Heliosentris yang membantah teori geosentris yang telah ada. Copernicus
mengemukakan bahwa matahari adalah pusat edar tata surya dan perputaran harian
langit akibat perputaran bumi pada sumbu putarannya. Copernicus menyelidiki dan
membantah adanya suatu teorema dari gereja serta adanya saintifik yang dipakai
dalam gereja. Dari keadaan ini maka munculah antara rasionalis dan emperis
tersebut. Kemudian munculah orang baru yaitu Auguste Comte yang menganggap
bahwa pendapat-pendapat mereka tidak ada artinya di dalam membangun dunia.
Menurut Comte, membangun dunia berlandaskan pada agama itu tidak logis atau
irrasional. Membangun dunia harus dengan rasional yaitu dengan saintifik. Urutan
yang pertama itu yaitu santifik kemudian filsafat kemudian baru agama. Urusan agama
menurut comte adalah urusan yang paling bawah dan terakhir. Contoh fenomena
Comte adalah memilih dunia daripada akhirat atau menyingkirkan agama seperti
melupakan ibadah. Pada zaman sekarang ini (zaman power now) atau kekinian
(kontemporer) banyak manusia mulai menyingkirkan agama. Contohnya saja, dengan
perkembangan teknologi sekarang ini, banyak orang yang keasyikan dengan
permainan atau aplikasi di dalam handphone sehingga lupa untuk beribadah. Itulah
yang disebut dengan fenomena comte.
Komentar
Posting Komentar