Hermeneutika - Kuliah filsafat ilmu bersama Prof. Marsigit
Perkuliahan mata kuliah
Filsafat ilmu oleh Prof. Dr. Marsigit, M.A. dilaksanakan pada hari Selasa
tanggal 28 November 2017 jam 15.30 sampai dengan jam 17.10 bertempat di Gedung
baru lantai 1 Pasca Sarjana Universitas Negeri Yogyakarta. Kuliah pada
pertemuan kali ini berbeda dengan pertemuan yang sebelumnya, bukan tanya jawab
dan tes singkat. Namun pertemuan kali ini Pak Marsigit menjelaskan dengan
menggunakan powerpoint tentang hermeneutika.
Pada dasanya hidup ini bersifat
siklik dan linear. Maksud dari siklik adalah berputar dan linear adalah lurus
berkelanjutan. Contohnya hari ini hari senin, maka satu minggu lagi aku akan bertemu
hari senin lagi, itulah maksud siklik. Tetapi kita tidak akan pernah menemui
lagi hari senin yang tanggalnya sekarang, bulan sekarang, tahun sekarang dan
jam sekarang, itulah maksud linear. Apabila dikaitkan dengan kehidupan, maka
hidup itu siklik dan linear, seperti bumi mengelilingi matahari. tidak akan
bertemu dengan kedudukan yang sama lagi. Seperti waktu, waktu itu tidak akan
terulang kembali oleh karena itu kita harus manfaatkan setiap waktu yang ada
dengan sebaik-baiknya. Sedangkan Hermeneutika pun juga begitu terdiri dari dua
unsur yaitu melingkar dan garis lurus. Garis lurus menggambarkan bahwa
pembelajaran akan terus berjalan, kita tidak akan bisa mengulanginya kembali.
Sedangkan melingkar artinya kita dapat mengulanginya, hanya saja saat
mengulanginya itu akan berbeda ruang dan waktunya. Hermeneutika adalah suatu
proses yang terus menerus suatu benda dengan sifanya. Proses bisa berupa proses
interpretasi dari interaksi. Interaksi berupa membangun atau mengembangkan
pengetahuan.
Hermeneutika ini digunakan
di setiap kehidupan. Bisa juga dikatakan bahawa hermeneutika adalah proses
menerjemahkan suatu kegiatan. Proses menerjemahkan ini akan selalu berkembang
tetapi bisa mengerucut itu yang dinamakan saintifik. Dalam melakukan
hermeneutika pada pembelajaran matematika kita akan bertemu dengan banyak
reduksi. Maksud dari reduksi adalah menentukan pilihan. Kita akan memilih mana
yang seharusnya diajarkan kepada siswa sekolah dan mana yang tidak seharusnya
diajarkan, karena matematika bersifat abstrak, maka dibutuhkan pereduksian
dalam membelajarkannya. Pak Marsigit menganalogikan bahwa hermeneutika dalam
pembelajaran matematika itu seperti gunung es. Dimana dalam membelajarkan
matematika itu harus beberapa tahap diantaranya adalah pengenalan dunia
matematis atau matematika kongkret, bahan model matematika, baru dihubungan
dengan angka, kemudian baru matematika formal atau abstrak. Oleh karena itu
dalam membelajarkan matematika, sebaiknya kita paham dalam menyesuaikan ruang
dan waktunya. Matematika bagi anak
sekolah itu sebenarnya bukan ilmu tetapi sebuah aktivitas, jadi sebaiknya
melibatkan aktivitas dalam proses pembelajaran. Karena sesulit apapaun pasti
ada jalan, seabstrak apapun pasti ada kongkret, dan sesulit pikiran pasti bisa
dikatakan atau dibicarakan.
Tahapan pembelajaran
matematika dimulai dari yang ada diluar pikiran (konkret). Maksud di luar pikiran adalah belajar
matematika dari permasalahan kongkret terlebih dahulu. Kemudian setelah itu
memodelkan suatu permasalahan tersebut, setelah itu siswa dapat membuat sendiri
model matematika untuk menyelesaikan permasalahan dengan menggunakan
simbol-simbol yang formal atau yang ada dipikiran (abstrak). Membelajarkan
mataematika menggunakan empat tahap di atas akan membantu siswa membangun dan
mengembangkan pengetahuannya sendiri. Karena dalam paham konstruktivisme
matematika sebaiknya diajarkan melalui pengalaman sehingga siswa akan membangun
sendiri struktur pengetahuannya. Jika siswa hanya mendengarkan guru menjelaskan
materi kemudian latihan soal-soal, akan membuat pembelajaran menjadi kurang bermakna
bagi siswa. Seharusnya siswalah yang menjadi pusat pembelajaran, guru hanya
sebagai fasilitatorr. Oleh karena itu, membelajarkan matematika itu dari yang
di luar pikiran menjadi yang ada di dalam pikiran. Dari kongkret bertransisi
menjadi abstrak.
Belajar matematika dapat dianalogikan suatu fenomena. Fenomena adalah
yang ada dan yang mungkin ada dan bisa dilihat dengan panca indera. Misalnya
jika di dalam kehidupan ini adanya fenomena gunung meletus atau tsunami.
Fenomena gunung meletus, tsunami akan menjadi sebuah bencana bagi manusia yang
tidak siap dengan fenomena yang terjadi, tidak ada persiapan untuk mengatasi
fenomena yang terjadi. Sebaliknya fenomena gunung meletus, tsunami akan menjadi
suatu keberkahan bagi manusia yang siap dan sudah mempunyai persiapan untuk
menghadapi fenomena yang terjadi. Begitu juga dengan belajar matematika, belajar
matematika akan menjadi suatu bencana jika siswa tidak siap untuk menerima
pelajaran matematika. Namun belajar matematika akan menjadi suatu keberkahan
dan hal yang menyenangkan jika siswa sudah siap untuk menerima pelajaran
matematika. Maka itulah tugas guru yaitu mengantisipasi fenomena yang bisa menjadi
bencana tersebut. Oleh karena itu guru sebaiknya dalam membelajarkan matematika,
membuat persiapan yang maksimal dengan melibatkan panca indera yang dimiliki agar
siswa siap untuk menerima pelajaran matematika. Sehingga fenomena belajar
matematika bukan lagi menjadi sebuah bencana atau momok bagi siswa melainkan
menjadi sebuah keberkahan atau hal yang menyenangkan.
Komentar
Posting Komentar