Nilai Etik dan Estetika dalam Pertunjukan Wayang Kulit
Postingan
saya kali ini akan membahas tentang etika dan estetika dari pertunjukan wayang
kulit. Untuk itu pada hari jumat tanggal 24 November 2017, saya dan teman-teman
menonton pertunjukan wayang di Museum Sonobudoyo Alun-alun Utara Yogyakarta. Wayang
kulit diselenggarakan setiap hari dan dimulai pukul 20.00 WIB sampai dengan
pukul 22.00 WIB. Terlihat juga wisatawan-wisatawan asing yang menonton
pertunjukan wayang ini dan menikmati alur cerita wayang kulit tersebut. Sebenarnya
ini bukan pertama kali saya menonton pertunjukan wayang kulit. Karena setiap
tahun sekali, di desa saya pasti menyelenggarakan pertunjukkan wayang kulit. Tetapi
pertunjukkan wayang di museum sonobudoyo kali ini agak berbeda dengan
pertunjukan wayang yang biasa saya tonton. Pertunjukan wayang yang biasanya
dari jam 20.00 sampai dini hari, pertunjukan wayang di museum sonobudoyo ini durasinya
hanya dua jam karena cerita wayang dibagi menjadi beberapa episode. Episode
yang saya tonton adalah episode ke depalan yaitu bercerita tentang kematian
Rahwana pada kisah percintaan paling populer yaitu kisah rama dan shinta. Kisah
yang menceritakan tentang percintaan antara Rama dengan seorang puteri raja
yang bernama Dewi Shinta. Dimana Rama dan Shinta meempresentasikan makna sebuah
kesetiaan, kepercayaan dan ketulusan cinta.
Dari
melihat pertunjukan wayang kulit ini, saya banyak mengambil hikmah atau
pelajaran dalam kehidupan. Bahwa
kehidupan itu sebenarnya akan terasa indah jika kita selalu besyukur atas apa
yang diberikan. Kemudian dengan diimbangi ilmu pengetahuan, hidup akan menjadi
mudah, dan dengan spiritual yaitu selalu bersyukur dan mengingat Alah SWT,
hidup kita akan menjadi terarah. Selain hikmah yang saya peroleh, ada nilai
etika dan estetika didalam pertunjukan wayang. Etika adalah sesuatu yang
berhubungan dengan norma dalam suatu masyarakat, norma itu ada yang baik dan
buruk. Jadi baik dan buruk itu bersifat universal. Sedangkan estetika adalah
sesuatu yang berhubungan dengan keindahan. Jadi estetika sendiri berifat
subyektif, sehingga tidak bisa dipaksakan.
Wayang
merupakan cerminan kehidupan manusia. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa wayang
menceritakan tentang realitas nilai-nilai kehidupan manusia. Etika yang ada di
dalam wayang yaitu mengenalkan norma-norma atau aturan yang ada di dalam
kehidupan manusia. Mengajarkan norma-norma kebaikan dan budi pekerti. Banyak
pesan moral yang terkandung dalam wayang, salah satunya adalah hal yang baik
pasti akan membawa kebaikan pula sedangkan hal yang buruk, walaupun
disembunyikan pasti akan terlihat. Dalam paribasan jawa “Becik ketitik ala
ketara” yang artinya sesuatu yang baik pasti akan terlihat dan sesuatu yang buruk
pasti akan tampak. Dengan melihat pertunjukan wayang, juga mengajarkan kita bagaimana
seharusnya kita itu hidup. Hidup sesuai aturan yang berlaku agar hidup menjadi
tentram dan lebih baik.
Estetika
yang ada di dalam wayang adalah seni dan keterampilan. Bentuk wayang kulit itu
sendiri, wayang yang terbuat dari kulit hewan dengan ukiran-ukiran secara
detail menurut tokoh dan wataknya. Semua bagian yang ada dalam pertunjukan
wayang juga ada filosofinya, dimana wayang yang melambangkan manusia, kemudian
gunungan melambangkan suatu kehidupan, kelir (kain putih untuk bayangan wayang)
melambangkan langit sedangkan debog (batang pisang untuk menacapkan wayang)
melambangkan bumi dan sebagainya. Semua mempunyai arti dan nilai. Nilai
estetika yang lain dari wayang yaitu seni musik dengan gamelan. Bagi masyarakat
Jawa khususnya, gamelan bukanlah sesuatu yang asing lagi. Gamelan jawa merupakan
kumpulan berbagai macam variasi bentuk, ukuran, dan bunyi yang berbeda-beda.
Cara memainkannya pun juga bermacam-macam, namun kebanyakan cara memainkan
dengan ditabuh. Gamelan Jawa antara lain adalah gong, kenong, suling, kendhang,
rebab, saron, dan masih banyak lagi. Jika dari banyak jenis gamelan itu dimainkan
secara bersamaan, senada dan selaras akan menghasilkan bunyi yang sangatlah
indah dan merdu didengar. Seperti halnya manusia, gamelan dapat dianalogikan sebagai
manusia, manusia itu tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Manusia
satu dengan manusia yang lain saling membutuhkan. Manusia juga harus seperti
gamelan, harus selaras, saling tolong menolong dan saling gotong royong antar
sesama karena manusia adalah mahluk sosial. Apabila hal-hal di atas diwujudkan maka
akan tercipta keselarasan dalam hidup dan bermasyarakat.
Oleh
karena itu, etika dan estetika dalam suatu kebudayaan diperlukan untuk menjaga
nilai-nilai kebaikan, kejujuran, sopan-santun, dan keindahan. Dengan adanya
nilai-nilai etika dan estetika dalam suatu kebudayaan tentunya suatu masyarakat
dapat menjadi lebih baik dan teratur.
Komentar
Posting Komentar